Jumat, 26 Februari 2010

MASALAH YANG SERING DIHADAPI OLEH KAUM HAWA

HAID (MENSTRUASI)
Haid adalah darah yang keluar dari seorang wanita secara alami, akibat sel telur (ovum) yang tidak dibuahi, siklus haid ini terjadi pada waktu-waktu tertentu.
1. Usia wanita yang mengalami haid tidak tertentu, kapan seorang wanita melihat pada dirinya darah haid, maka ia telah dianggap haid, walaupun belum berusia 9 tahun atau berusia di atas 50 tahun.
2. Batas minimal dan maksimal masa haid tidak tertentu, jadi ketika seorang wanita melihat darah kebiasaan tersebut bukan karena luka dan sebagainya maka darah itu adalah darah haid tanpa diukur dengan masa tertentu. Kecuali jika haid itu berlanjut dan tidak berhenti, atau berhenti dalam waktu yang singkat maka itulah yang disebut dengan istihadhah.
3. Bila orang yang hamil itu melihat darah, maka ia berada dalam dua situasi:
Pertama: Bila itu terjadi beberapa waktu sebelum melahirkan, misalnya dua hari sebelumnya dan disertai rasa sakit maka itu adalah darah nifas.
Kedua: Bila itu terjadi beberapa waktu sebelum melahirkan tanpa disertai rasa sakit atau keluar jauh sebelum waktu melahirkan, maka darah itu bukanlah nifas, tetapi itu adalah darah haid, bila keluarnya pada hari-hari kebiasaannya haid. Bila darah itu bukan darah kebiasaannya haid, maka darah itu adalah darah fasad (rusak/kotor), tidak ada hukumnya.
4. Beberapa hal yang di luar kebiasaan haid:
Pertama: Bertambah dan berkurangnya masa haid
Kedua: Cepat atau lambatnya waktu datangnya haid. Hukum kedua keadaan ini adalah bila ia melihat darah maka ia dianggap haid, dan bila ia telah bersih, berarti ia telah dianggap suci, baik itu melebihi darah kebiasaannya ataupun kurang dari itu. Baik itu melewati atau lebih lambat dari waktu kebiasaannya.
Ketiga: Berwarna kuning dan keruh. Bila itu terjadi pada saat haid atau bersambung dengan haid sebelum suci, maka itu adalah darah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Dan bila itu terjadi setelah suci, maka itu bukan darah haid, kecuali bila pada akhir bersihnya terdapat tanda-tanda haid seperti adanya rasa sakit dan sebagainya, maka itulah haid.
Keempat: Darah haid keluar secara terputus-putus, yaitu sehari keluar darah dan sehari lagi tidak keluar.
Dalam hal ini terdapat 2 kondisi:
1. Jika hal itu terjadi pada seorang wanita di setiap waktunya, maka darah itu adalah darah istihadhah, dan berlaku baginya hukum istihadhah.
2. Jika kondisi ini tidak sering terjadi pada seorang wanita, tapi kadangkala saja datangnya, bila berhentinya darah kurang dari sehari maka hal itu tidak dianggap suci, kecuali bila ia mendapatkan bukti yang menunjukkan bahwa ia suci, misalnya, berhentinya darah tersebut pada akhir masa kebiasaannya atau melihat lendir putih.
Kelima: Terjadinya pengeringan darah, yaitu bila wanita tidak mendapatkan selain rasa lembab atau basah (pada kemaluannya). Jika hal itu terjadi pada saat masa haid atau bersambung dengan haid sebelum suci, maka berlaku baginya hukum haid. Tetapi bila itu terjadi setelah masa suci, maka itu tidak termasuk haid.
5. Haid itu akan berhenti dengan keluarnya lendir putih, yaitu cairan berwarna putih yang keluar pada akhir masa haid, kecuali bila lendir putih itu bukan kebiasaan akhir haidnya, maka masa sucinya adalah keringnya darah.
6. Bila setitik cairan dengan jumlah yang sangat sedikit, keluar dari seorang wanita, maka terdapat dua kemungkinan; bila itu terjadi pada masa haid dan ia menganggapnya sebagai darah haid yang ia kenal, maka itu berarti darah haid, dan bila terjadi di luar kebiasaan waktu haid dan ia tidak menganggapnya sebagai darah haid yang ia kenal, maka darah itu tidak ada hukumnya karena termasuk sesuatu yang sedikit (yang dimaafkan).
7. Bila seorang wanita hamil keluar darah ketika mengandung, keadaannya ada dua:
Pertama: Bila darah itu keluar terus menerus tanpa henti (di saat-saat haidnya) sejak hamil, maka ini termasuk darah haid.
Kedua: Bila darah itu berhenti lalu setelah itu ia melihat darah yang bukan darah kebiasaan, maka ini tidak termasuk darah haid.
ISTIHADHAH
Istihadhah adalah keluarnya darah terus-menerus pada seorang wanita tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar seperti dua hari atau tiga hari.
1. Kondisi wanita mustahadhah ada tiga:
Pertama: Sebelum mengalami istihadhah, ia telah mempunyai waktu haid yang jelas. Dalam kondisi seperti itu, hendaklah ia berpedoman kepada jadwal haidnya yang telah diketahui sebelumnya. Maka pada masa itu dihitung sebagai haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Adapun selain masa tersebut maka itu merupakan istihadhah yang berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.
Kedua: Tidak mempunyai waktu haid yang jelas sebelum istihadhah, sementara ia mengalaminya terus-menerus mulai dari saat pertama kali ia melihat darah. Dalam kondisi ini, hendaklah ia melakukan tamyiz (pembedaan); seperti jika darahnya berwarna hitam atau kental atau berbau, maka yang terjadi itu adalah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Dan jika tidak demikian, maka yang terjadi itu adalah istihadhah dan berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.
Ketiga: Tidak mempunyai waktu haid yang jelas dan tidak bisa membedakan darahnya secara tepat. Misalnya jika istihadhah yang dialaminya terjadi terus-menerus mulai dari saat pertama kali melihat darah, sementara darahnya memiliki satu sifat saja atau berubah-ubah dan tidak mungkin dianggap sebagai darah haid. Dalam kondisi seperti ini, hendaklah ia mengambil kebiasaan wanita pada umumnya. Jadi masa haidnya adalah enam atau tujuh hari pada setiap bulan dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah. Sedang selebihnya adalah istihadhah. Bila ia lupa hari pertama haidnya, maka ia memulainya pada awal bulan sabit.
2. Wanita Mustahadhah harus berwudhu setiap akan sholat jika waktunya telah masuk dan bila akan wudhu ia harus mencuci bekas darah itu lalu meletakkan kain dan kapas (atau Softex) untuk menyerap darah.
3. Cairan putih yang keluar dari rahim bukan dari kandung kemih adalah suci dan hukumnya adalah bila itu berlanjut terus maka hal itu tidak membatalkan wudhu, tetapi ia hanya berwudhu untuk sholat jika waktunya telah masuk, lalu sholat fardhu atau sholat sunnah, tetapi bila cairan itu kadang-kadang berhenti maka wudhunya batal, maka sholatnya ditunda hingga darah itu berhenti selama ia tidak khawatir dengan habisnya waktu sholat, bila ia khawatir waktu sholatnya habis maka ia boleh berwudhu, menjaga (kebersihannya) lalu sholat.


NIFAS
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim karena melahirkan, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya, dua atau tiga hari, yang disertai rasa sakit.
1. Masa nifas maksimal 60 hari, bila darah itu keluar terus dengan cara yang sama, maka ia tidak boleh melewati masa maksimalnya, yaitu 60 hari. Bila ia mendapati darah (setelah 60 hari), maka hendaklah ia mandi lalu sholat. Kecuali bila bertepatan dengan masa haidnya maka ia tetap menunggu hingga masa haidnya habis lalu mandi dan sholat. Bila tidak bertepatan dengan masa haidnya, maka darah itu adalah darah kotor yang tidak memiliki hukum. Hendaklah ia menghilangkan bekas-bekasnya dan berwudhu setelah masuknya waktu, lalu sholat.
2. Bila wanita itu telah bersih dari nifas, lalu keluar lagi dengan warna, bau dan dengan segala keadaannya yang sama dengan darah nifas, maka itu adalah nifas, bila tidak demikian, maka itu adalah darah haid dan bila tetap berlanjut maka itu adalah darah istihadhah.
3. Bila janin itu mengalami keguguran setelah 81 hari, maka ia harus mengamati apakah janin itu sudah dalam bentuk manusia atau tidak. Bila telah berbentuk manusia, maka darahnya adalah darah nifas, dan umumnya janin yang sudah berumur 90 hari dalam kandungan sudah berbentuk manusia. Dan bila mengalami keguguran sebelum berusia 80 hari maka darah itu bukanlah darah nifas, tetapi darah penyakit, karena itu yang berlaku baginya adalah hukum wanita mustahadhah, ia harus mencuci bekas-bekas darah, lalu berwudhu untuk sholat bila telah masuk waktunya.
4. Tidak mengapa bila suami ingin menggauli istrinya bila ia telah bersih dari nifas sebelum 40 hari.
Sholawat dan salam atas nabi kita Muhammad Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta keluarga dan para sahabatnya.
BEBERAPA HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN WANITA YANG DITINGGAL MATI SUAMINYA
1. Ia harus tetap tinggal di rumahnya di mana suaminya meninggal, tidak keluar dari rumah kecuali karena ada suatu urusan dan kepentingan yang mendesak; seperti, berobat ke dokter ketika sakit, membeli kebutuhan rumah tangganya seperti makanan dan semacamnya bila ia tidak menemukan orang lain yang melakukan itu, hingga ia melahirkan bila ia tengah mengandung atau menyempurnakan 4 bulan 10 hari masa iddah-nya kalau ia tidak dalam keadaan hamil.
2. Menghindari penggunaan pakaian yang indah (dan menarik perhatian) dan menggunakan pakaian yang selain itu.
3. Menghindari penggunaan wangi-wangian, kecuali bila ia telah bersih dari haid atau nifas, maka ia boleh menggunakan asap kayu bakhur (yang mengandung aroma harum) atau wangi-wangian lain.
4. Menghindari penggunaan perhiasan emas, perak dan berbagai macam bentuk perhiasan lainnya, baik itu berbentuk cincin, kalung dan sebagainya.
5. Menghindari pewarna rambut dan celak; karena Rasulullah Shollallahu ‘Alahi wa Sallam melarang wanita yang ditinggal mati suaminya menggunakan benda-benda tersebut.
Ia boleh mandi dengan air, sabun dan daun bidara bila ia mau. Iapun boleh berbicara dengan siapa saja yang ia kehendaki dari kaum kerabatnya atau orang lain.Ia juga boleh duduk bersama muhrimnya, menyuguhkan kopi, makanan dan sebagainya.
Ia juga boleh bekerja di rumah, di kebun rumah atau atapnya (khususnya untuk rumah-rumah model orang Saudi) siang dan malam pada segala bentuk-bentuk pekerjaan rumah, seperti memasak, menjahit, menyapu rumah, mencuci pakaian, memerah susu ternak dan berbagai macam pekerjaan yang biasa dilakukan oleh wanita-wanita lain. Iapun boleh berjalan di waktu malam dengan wajah terbuka sebagaimana wanita lainnya.
Dan ia juga dapat menggunakan cadar (hanya menampakkan kedua mata) bila tidak ada orang lain di sisinya kecuali muhrimnya.
Shalawat dan salam atas nabi kita Muhammad Shollallahu ‘Alahi wa Sallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Selasa, 23 Februari 2010

mohon do'a restunya

TAKKAN BISA

Sayang aku ingin berbicara kepadamu
Tentang apa yang tengah aku rasakan
Ada apa ada apa
Katakanlah semuanya kukan dengarkan duhai cintaku
Bila nanti orang tuamu tak meridhoi
Dengan apa yang ku rasakan padamu
Semua orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya
Begitu pun orang tuaku
Kau takkan tinggalkanku
Takkan pernah sayangku
Janjimu janjiku untukmu
Takkan ada yang pisahkan kita
Sekalipun kau telah tiada
Akan ku pastikan kukan memeluk menciunmu di surga
Jangan kau pergi tinggalkan aku
Bawa aku kemana kau mau
Janjiku padamu jiwa dan ragaku matipun ku mau
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Bahwa yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Asep Suriaman Cahyo Saputro
Umur : 20 Tahun
Tempat, tanggal lahir : 26 Juni 1989
Agama : Islam
Tempat tinggal : Jl. Brantas Rt 06 Rw 02 Tlogorejo Pagak Malang
HP. 085815001166

Menerangkan dengan sesungguhnya


PENDIDIKAN FORMAL

Tahun 1995 s/d tahun 1996 : TK PGRI 03 PAGAK, Tlogorejo Pagak Malang
Tahun 1996 s/d tahun 2002 : SDN TOGOREJO II, Tlogorejo Pagak Malang
Tahun 2002 s/d tahun 2005 : MTs BABUSSALAM, Banjarejo Pagelaran Malang
Tahun 2005 s/d tahun 2008 : SMA BABUSSALAM, Banjarejo Pagelaran Malang
Tahun 2009 s/d Sekarang : Masih Aktif Kuliah Di UNISMA Malang, FAI Jurusan Pendidikan Agama Islam


PENDIDIKAN INFORMAL

Tahun 2002 s/d tahun 2008 : PON – PES BABUSSALAM, Banjarejo Pagelaran Malang
Tahun 2002 s/d tahun 2005 : MADIN Tingkat Tsanawiyah BABUSSALAM, Banjarejo Pagelaran Malang
Tahun 2005 s/d tahun 2008 : MADIN Tingkat Aliyah BABUSSALAM, Banjarejo Pagelaran Malang
Tahun 2008 : Program TAHASSUS STIKKu ( Sekolah Tinggi Ilmu Kitab Kuning ) Pon – Pes Babussalam Banjarejo Pagelaran Malang

Jumat, 19 Februari 2010

ANALISA SYIAH DAN SUNNI

Adalah suatu hal yang sangat memprihatinkan apabila sampai pada hari ini umat Islam masih bertengkar mempermasalahkan status madzhab, pola pikir atau juga sekte. Seolah merasa kebenaran adalah mutlak milik madzhab dan golongan masing-masing, diluarnya salah dan sesat.

Lalu sampai seberapa jauh Islam ini akan dibawa kepada pertarungan panjang yang melelahkan ? haruskah fanatisme dan kebutaan pemikiran senantiasa melingkupi hati kita, mencemari kesucian roh dan mencampakkan Nafs ?

Haruskah semuanya kita lanjutkan sampai masa yang akan datang ?

Semoga Allah mengampuni kita yang tidak mengerti betapa agung dan pluralnya Islam itu, kenapa kita menyianyiakan satu ajaran yang konon gunungpun tak kuasa menerimanya ?

Jika dengan mencintai para keluarga Nabi, membela kebenaran yang ada didiri Fatimah, Ali, Hasan dan Husin maka seseorang disebut sebagai Syiah, maka saya akan dengan bangga menyatakan diri saya Syiah, sebaliknya jika mengagumi ketokohan Umar bin Khatab dan mengamalkan hadis-hadis selain riwayat dari para ahli Bait Nabi maka seseorang disebut sebagai Ahli Sunnah, maka sayapun menyebut diri saya demikian.

Tidak ada yang salah dengan kedua istilah tersebut, Syiah dan Sunni merupakan istilah yang terbentuk setelah ajaran Islam selesai diwahyukan, keduanya pada dasarnya merupakan polarisasi pemahaman yang berawal dari pemilihan pemimpin umat Islam pasca kematian Nabi yang akhirnya meluas sampai pada tingkat penyelewengan dimasing-masing pemahaman oleh generasi-generasi sesudahnya.

Sudah sampai saatnya masing-masing kita melakukan koreksi diri terhadap apa yang selama ini terdoktrinisasi, bahwa pelurusan sejarah serta pentaklidan buta sudah saatnya dilakukan.

Isyu perpecahan didalam Islam memang bukan hal yang baru dan rasanya ini sesuatu yang wajar karena setiap orang bisa memahami ajaran Islam dari sudut pandang keilmuan yang berbeda, apalagi Islam mencakup pengajaran semua bangsa dan daerah yang masing-masingnya memiliki corak budaya, tradisi serta situasi yang beraneka ragam sebagai salah satu sifat universalismenya.

Semua perbedaan tersebut seharusnya tidak dijadikan sekat dalam mengembangkan rasa kebersaudaraan dan toleransi beragama, sebagaimana sabda Nabi sendiri bahwa umat Islam itu bagaikan satu tubuh, semuanya bersaudara yang diikat oleh tali Tauhid, pengakuan ketiadaan Tuhan selain Allah, Tuhan yang satu, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan dalam berbagai bentuk, penafsiran serta sifat apapun.

Karenanya kecenderungan untuk menghakimi pemahaman yang berbeda dari apa yang kita pahami apalagi sampai melekatkan label kekafiran atasnya sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang disampaikan oleh Allah melalui nabi-Nya.

"Barangsiapa bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah,

menghadap kiblat kita,

mengerjakan Sholat kita dan memakan hasil sembelihan kita,

maka ia adalah seorang Muslim. Baginya berlaku hak dan kewajiban yang sama

sebagai Muslim lainnya."

- Riwayat Bukhari -

Maraknya ajaran-ajaran sesat yang terjadi diberbagai belahan dunia akhir-akhir ini memang sewajarnya membuat umat Islam merasa prihatin, terlebih lagi mereka yang menggunakan nama dan tata cara Islam sebagai topeng yang menutupi kesesatannya. ; Akan tetapi kita juga harus mampu bersikap objektif, berpikiran terbuka dan jernih menyikapinya, selama kita belum mengetahui secara jelas seberapa jauh penyimpangan yang dianggap sudah dilakukan oleh mereka maka selama itu pula hendaknya kita menahan diri dari komentar maupun tanggapan yang justru menimbulkan keresahan dimasyarakat.

Saya tidak terikat dengan organisasi keagamaan manapun atau juga madzhab apapun yang ada, secara plural saya menganggap semuanya mengajarkan kebaikan dan dari masing-masing kebaikan yang diajarkan itu saya memetik nilai-nilai kebenaran yang sesuai dengan nash kitab suci serta objektifitas berpikir.

Islam adalah satu, semuanya bersumber dari ajaran yang satu, yaitu Yang Maha Kuasa yang kemudian diturunkan kepada kita melalui salah seorang hamba terkasih-Nya bernama Muhammad bin Abdullah ditanah Arab pada abad ke-6 masehi.

Jika Islam adalah satu, maka umatnya pun adalah satu dan ini konsekwensi logis darinya, karena itu Nabi bersabda :

"Dari Miqdad bin 'Amr ; ia pernah bertanya kepada Nabi : Bagaimana jika ia berperang dengan kaum kafir, lalu berkelahi dengan seorang diantaranya hingga tangannya terputus dan dalam satu kesempatan sang musuh berhasil dijatuhkan lalu saat akan dibunuhnya dia berseru "Aslamtu lillah" - aku Islam kepada Allah - namun masih dibunuhnya, apa jawab Nabi ?

- Jangan kau bunuh dia, jika kau bunuh dia maka sesungguhnya dia sudah berada dalam kedudukanmu sebelum engkau membunuhnya, yaitu seorang Muslim, sedangkan kamu berada dalam posisinya sebelum dia mengucapkan kalimat itu (yaitu kafir).; lalu dijawab oleh Miqdad bahwa pernyataan orang itu hanya untuk menghindari pembunuhan saja, jawab Nabi lagi, bahwa dirinya diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang."

"Islam adalah kesaksian bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan pembenaran kepada Rasulullah Saw, atas dasar itulah nyawa manusia dijamin keselamatannya. Dan atas dasar itu juga berlangsung pernikahan dan pewarisan serta terbina kesatuan kaum Muslimin." - Riwayat Sama'ah

"Nabi bersabda : bahwa Jibril datang kepada beliau dan mengabarkan tentang keutamaan seseorang yang meninggal dunia dalam keadaan bertauhid secara murni maka ia akan masuk syurga kendati ybs pernah berzina dan mencuri." - Riwayat Bukhari dari Abu Dzar

Kita semua tahu bagaimana vitalnya posisi dan peranan Ali bin Abu Thalib dikehidupan Nabi dan putrinya Fatimah.

Sejak kecil, Nabi dibesarkan dalam lingkungan keluarga ayahnya dari suku Bani Hasyim yang merupakan salah satu keluarga terpandang dikalangan penduduk Mekkah saat itu. Ketika kakeknya Abdul Muthalib wafat, hak pengasuhan atas diri Nabi pindah ketangan pamannya yang bernama Abu Thalib, dari pamannya inilah Nabi belajar banyak hal mengenai perdagangan dan kejujuran hingga beliau dikenal sebagai al-Amin (orang yang terpercaya) sampai-sampai beliau dipercaya untuk membawa dan menjualkan dagangan sejumlah saudagar hingga kenegri Syam dan bertemu dengan Khadijjah yang kelak dinikahinya.

Dimasa awal turunnya wahyu, selain istrinya, orang kedua yang mengimani kenabiannya adalah Ali putra pamannya, Abu Thalib yang dengan beraninya mengumumkan keislamannya secara terbuka kepada keluarganya.

Dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Hidup Muhammad”, hal 89, Muhammad Husain Haekal menggambarkan pernyataan kesetiaan Ali terhadap Nabi sebagai berikut :

“Tuhan menjadikanku tanpa aku perlu berunding dengan Abu Thalib, apa gunanya aku harus berunding dengannya untuk menyembah Allah ?”; selanjutnya pada halaman 92 juga dituliskan pernyataan Ali yang lain : “Rasulullah, aku akan membantumu, aku adalah lawan siapa saja yang menentangmu”.

Meskipun demikian, Abu Thalib sendiri menurut riwayat tetap pada keyakinan lamanya sebagai penyembah berhala, bertolak belakang dengan sikap putranya. Namun perbedaan keyakinan antara mereka tidak membuat Abu Thalib melepaskan perlindungan dan kasih sayangnya pada diri Nabi, Ali dan Khadijjah, beliaulah yang sering melakukan pembelaan manakala ada pihak Quraisy yang bermaksud mencelakakannya dan ini terus dilakoninya sampai ia wafat.

Ali bin Abu Thalib telah ikut bersama Nabi semenjak usia anak-anak, jauh sebelum Nabi bertemu dengan para sahabat lainnya, karena itu juga mungkin beliau digelari Karamallahuwajhah (yaitu wajah yang disucikan Allah dari penyembahan berhala).

Allah sendiri melalui wahyu-Nya telah menekankan kepada Nabi agar terlebih dahulu menyerukan ajaran Islam kepada keluarga terdekatnya :

Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat, Limpahkanlah kasih sayang terhadap orang-orang beriman yang mengikutimu; Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah:"Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan". – Qs. Asy-Syu’araa 26:214-216

Seruannya memang di-ikuti oleh keluarganya dimulai oleh Khadijjah istrinya, Ali bin Abu Thalib sepupu sekaligus menantunya kelak, paman sesusuannya, Hamzah bin Abdul Muthalib, Ja’far bin Abu Thalib dan pamannya Abbas bin Abdul Muthalib.

Olehnya tidak menjadi suatu kesangsian lagi bila Ali mengenal betul sifat dan watak yang ada pada diri Nabi sehingga tidak ada alasan baginya untuk menolak perintah maupun membantah keputusannya, terlebih dalam kapasitasnya selaku seorang Rasul Tuhan. ; Jelas dalam hal ini sikap Ali bin Abu Thalib tidak bisa disejajarkan dengan sikap beberapa sahabat yang kritis dan vokal terhadap beberapa pendapat Nabi, bisa dimaklumi bahwa notabene mereka mengenal Nabi tidak lebih lama dari Ali bin Abu Thalib selain juga ditentukan oleh faktor watak dan kondisi lain yang melatar belakanginya.

Dimalam hijrahnya ke Madinah, Nabi meminta Ali bin Abu Thalib menggantikan posisi tidurnya dipembaringan dengan mengenakan mantel hijaunya dari Hadzramut, menyongsong rencana pembunuhan yang sudah disusun oleh para kafir Quraisy yang saat itu berada disekitar kediaman Nabi.

Tindakan Nabi ini seolah mengisyaratkan bahwa beliau berkeinginan untuk menjadikan sepupunya itu pengganti dirinya dikala hidup dan mati.

Saat Nabi mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar dikota Madinah, Nabi sendiri justru mengangkat Ali bin Abu Thalib sebagai saudaranya (padahal keduanya sama-sama Muhajirin), berbeda misalnya dengan Abu Bakar yang disaudarakan dengan Kharija bin Zaid, Umar bin Khatab dengan ‘Itban bin Malik al-Khazraji, bahkan pamannya sendiri yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dipersaudarakan dengan Zaid, mantan budaknya.

Persaudaraannya ini sering di-ingatkan oleh Nabi dalam hadis-hadisnya bahwa kedudukannya terhadap Ali laksana kedudukan Musa terhadap Harun (bukankah dalam al-Qur’an surah al-A’raaf 7 : 142 disebutkan bahwa Harun menjadi pengganti Musa tatkala beliau berangkat ke Sinai untuk mendapat wahyu ? )

Dari Sa’ad bin Abu Waqqas : “Rasulullah Saw mengatakan kepada Ali : Engkau dengan aku serupa dengan kedudukan Harun dengan Musa, tetapi sesungguhnya tidak ada Nabi sesudah aku” – Hadis Riwayat Muslim

Saat semua sahabat utamanya mengajukan lamaran untuk menyunting Fatimah sebagai istri mereka, Nabi menolaknya dan menikahkan putri tercintanya itu dengan Ali bin Abu Thalib.

Tatkala Hisyam bin Mughirah meminta izin kepada Nabi agar memperbolehkan mengawinkan anak perempuannya dengan Ali, Nabi juga menolaknya dan bersabda :

“Aku tidak mengizinkan, sekali lagi aku tidak mengizinkan dan sekali lagi aku tidak mengizinkannya kecuali bila Ali bin Abu Thalib mau menceraikan puteriku dan kawin dengan anak-anak perempuan Hisyam, karena sesungguhnya, puteriku darah dagingku, menyusahkanku apa yang menyusahkannya dan menyakitkanku apa saja yang menyakitkannya” – Riwayat Muslim

Ali juga merupakan satu-satunya orang yang diserahi panji Islam dalam peperangan Khaibar oleh Nabi yang menurut beliau bahwa panji itu hanya layak bagi laki-laki yang benar-benar mencintai Allah dan Rasul-Nya lalu ditangannya Allah akan memberikan kemenangan.; Padahal Umar bin Khatab sangat berambisi agar tugas itu diserahkan kepadanya. (Riwayat Muslim dan Bukhari)

Saat akan terjadi Mubahalah antara Nabi dengan para pendeta dari Najran, beliau memanggil Ali, Fatimah serta kedua cucunya yaitu Hasan dan Husin untuk mendampinginya baru para istri beliau (ini ditegaskan juga dalam surah 3 Ali Imron ayat 61 yang mendahulukan penyebutan anak-anak Nabi dari istri-istrinya, ditambah riwayat dari Imam Muslim bahwa saat itu Nabi menunjuk Ali, Fatimah, Hasan dan Husin sebagai keluarganya).

Dalam haji terakhirnya disuatu daerah bernama ghadir khum, beberapa riwayat menyebutkan bahwa Nabi sempat menyinggung tentang regenerasi kepemimpinan umat sepeninggal beliau dan mengumumkan Ali sebagai penerusnya.; dan memperingatkan kaum Muslimin agar memperhatikan keluarga beliau sepeninggalnya kelak, ucapan ini sampai diulangnya sebanyak 3 kali, dan Zaid bin Arkam menyatakan bahwa yang dimaksud oleh Nabi adalah keluarga Ali, ‘Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga ‘Abbas. – Riwayat Muslim

Menjelang akhir hayatnya, Nabi menugaskan sebagian besar sahabat utamanya termasuk Abu Bakar dan Umar kedalam satu ekspedisi ke daerah Ubna, suatu tempat di Syiria dibawah komando Usamah bin Zaid bin Haritsah, sementara Ali sendiri diminta untuk tetap menemani hari-hari terakhirnya dikota Madinah serta memberinya wasiat agar mau mengurus jenasah dan pemakamannya bila waktunya tiba.

Ini juga tersirat tentang keinginan Nabi menjadikan dan memantapkan posisi Ali sebagai pengganti beliau memimpin umat, dijauhkannya para sahabat senior lain dari kota Madinah agar ketika mereka kembali tidak akan terjadi keributan seputar suksesi kepemimpinan.

Hanya sayang rencana Nabi kandas karena sebagian sahabat senior merasa enggan berada dalam komando Usamah bin Zaid yang masih relatif remaja sampai Nabi marah dan mempertanyakan kredebilitas dirinya dihadapan mereka mengenai penunjukan Usamah itu.

Pada akhirnya kehendak Nabi harus mengalah dengan kehendak Tuhan yang sudah mentakdirkan jalan lain, tidak ubah seperti keinginan Isa al-Masih agar cawan penyaliban dihindarkan darinya namun Tuhan tetap menginginkan semuanya terjadi sesuai mau-Nya.

Nabi wafat dipelukan Ali setelah membisikkan kepada Fatimah agar tidak bersedih sepeninggalnya karena dalam waktu tidak berapa lama setelah kematiannya, putrinya itupun akan menyusulnya.

Ali juga yang memandikan jenasah Nabi bersama Ibnu Abbas dan mengurus pemakamannya, saat yang sama sekelompok orang disaat itu malah meributkan suksesi kepemimpinan dan akhirnya menobatkan Abu Bakar selaku Khalifah penerus Nabi dalam memimpin umat serta melupakan semua peran dan posisi Ali dihadapan Nabi.

Inilah awal dari isyu perpecahan ditubuh Islam, sebagai bentuk protes terhadap perbuatan mereka ini, Ali, Fatimah dan sejumlah sahabat lainnya menolak mengakui kepemimpinan Abu Bakar, lebih-lebih lagi setelah sang Khalifah menolak memberikan tanah Fadak yang diwariskan Nabi kepada Fatimah hasil rampasan perang Khaibar.; Padahal semua orang tahu, bahwa menyakiti Fatimah sama seperti menyakiti Nabi, namun mereka mengabaikannya hingga akhirnya Fatimah wafat dalam keadaan tetap mendiamkan Abu Bakar dan menolak berbaiat kepada pemerintahannya.

Ali bin Abu Thalib memakamkan jenasah istrinya disuatu tempat pada malam harinya secara diam-diam dan hanya dihadiri oleh para simpatisan dan pengikut mereka karena tidak ingin dihadiri oleh pihak yang berseberangan dengannya.

Manakala keadaan Madinah semakin memanas, dan beberapa pihak berusaha menghasut terjadinya peperangan antara pihak Ali dan Abu Bakar, sebuah keputusan berdamai diambil oleh Ali demi menjaga persatuan umat dan terciptanya kedamaian.

“Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah). - Qs. al-Ahzaab 33:6

Kondisi ini terus berlangsung hingga wafatnya Umar bin Khatab dan turunnya kredibelitas Usman bin Affan selaku Khalifah ke-3 akibat ulah para keluarganya yang tamak dan haus kekuasaan.

Keterbunuhan Usman bin Affan dan pengangkatan dirinya sebagai Amirul Mukminin membangkitkan dendam lama Quraisy terhadap Bani Hasyim keturunan Nabi, walaupun berakhir dengan baik dan terhormat, tidak urung pertempuran Jamal yang dipimpin langsung oleh 'Aisyah istri Nabi merupakan awal yang bagus untuk dimanfaatkan oleh Muawiah bin Abu Sofyan dalam mengobarkan pemberontakan terhadap otoritas kepemimpinan Ali.

Ali akhirnya terbunuh dimasjid Kufah akibat tusukan pedang beracun milik salah seorang dari kelompok Khawarij bernama Abdurahman bin Muljam pada suatu Jum'at pagi dan menghembuskan nafas terakhirnya pada malam Ahad 21 Ramadhan 40 H.

Setelah kematian Ali bin Abu Thalib, Hasan puteranya tertua diangkat oleh sekelompok besar sahabat Nabi selaku Khalifah pengganti. Namun lagi-lagi Muawiyah tidak senang dan terus mengobarkan semangat permusuhan dengan Ali dan keturunannya, orang dipaksa untuk mencaci maki keluarga Nabi itu sejahat-jahatnya bahkan termasuk dalam mimbar-mimbar Jum'at.

Kenyataan ini jelas semakin memperdalam kehancuran persatuan umat Islam, suatu ironi yang tidak dapat dihindarkan, betapa dengan susah payah Nabi menggalang satu tatanan kehidupan masyarakat yang madani dengan mengorbankan air mata dan tetesan darah para syuhada harus hancur dihadapan cucu beliau sendiri.

Akhirnya Hasan bin Ali memutuskan untuk berdamai dengan Muawiyah dan menyerahkan tampuk kekuasaan Khalifah kepadanya demi untuk menghindarkan jurang yang lebih dalam lagi dikalangan umat Islam dengan beberapa persyaratan perjanjian.

Beberapa isi dari perjanjian itu adalah pemerintahan Muawiyah akan menjalankan pemerintahan berdasarkan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, menjaga persatuan umat, menyejahterakannya, melindungi kepentingannya, tidak membalas dendam kepada anak-anak yang orang tuanya gugur didalam berperang dengan Muawiyah juga tidak mengganggu seluruh keluarga Nabi Muhammad Saw baik secara terang-terangan maupun tersembunyi dan menghentikan caci maki terhadap para Ahli Bait ini serta tidak mempergunakan gelar "Amirul Mukminin" sebagaimana pernah disandang oleh Khalifah Umar bin Khatab dan Khalifah Ali bin Abu Thalib.

Akan tetapi selang beberapa saat sesudah Muawiyah diakui sebagai Khalifah, dia mulai melanggar isi perjanjian tersebut, orang-orang yang dianggap mendukung keluarga Nabi diculik dan dibunuh, perbendaharaan kas baitul mal Kufah disalah gunakan, caci maki terhadap keturunan Nabi dari Fatimah kembali dibangkitkan malah lebih parah lagi mereka memaksa orang untuk memutuskan hubungan dengan ahli Bait Nabi.

Tidak hanya sebatas itu, beberapa hukum agama yang diatur oleh Nabi Muhammad Saw pun dirombak oleh Muawiyah, misalnya Sholat hari raya mempergunakan azan, khotbah lebih didahulukan daripada sholat, laki-laki diperbolehkan memakai pakaian sutera dan sebagainya.

Mereka juga membuat pernyataan-pernyataan yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad Saw dan beberapa sahabat utama yang sebenarnya tidak pernah ada.

Hal ini membuat prihatin para pendukung Hasan bin Ali bin Abu Thalib, mereka sepakat untuk kembali menyatakan cucu Nabi Saw ini selaku seorang Imam atau pemimpin mereka.

Orang-orang ini diantaranya Hajar bin Adi, Adi bin Hatim, Musayyab bin Nujbah, Malik bin Dhamrah, Basyir al-Hamdan dan Sulaiman bin Sharat.

Akan tetapi selang tak lama, putera pertama dari Fatimah az-Azzahrah ini wafat karena diracun, lama masa pemerintahan Khalifah Hasan ini 6 bulan lebih 1 hari.

Kekejaman dinasti Bani Umayyah terhadap Bani Hasyim keturunan Nabi Muhammad Saw terus berlanjut sampai pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah bin Abu Sofyan yang melakukan pembantaian besar-besaran atas diri Husain sekeluarga dan para pengikutnya dipadang Karbala pada hari Asyura.

Kepala Husain yang mulia telah dipenggal, wanita dan anak-anak di-injak-injak, wanita hamil serta orang tua pun tidak luput dari pembunuhan kejam itu.

Seluruh keturunan Nabi Muhammad Saw melalui Ali bin Abu Thalib terus dicaci maki meskipun tubuh mereka telah bersimbah darah merah, semerah matahari senja yang meninggalkan cahaya ke-emasannya untuk berganti pada kegelapan.

Kekejaman Yazid dalam membunuh Husain, menyembelih anak-anak dan pembantu-pembantunya, begitu pula memberi aib kepada wanita-wanitanya, ditambah dalam tahun ke-2 memperkosa kota Madinah yang suci serta membunuh ribuan penduduknya, tidak kurang dari 700 orang dari Muhajirin dan Anshar sahabat-sahabat besar Nabi yang masih hidup.

Marilah sekarang kita berpikir secara objektif, apakah perbuatan ini dianggap baik oleh orang yang mengaku mencintai Nabinya dan senantiasa bersholawat kepada beliau dan keluarganya dalam setiap sholat ?

Masihkah kita berpikir jahat terhadap orang yang mencintai dan mengasihi ahli Bait sementara kita sendiri justru berusaha untuk membela orang-orang yang justru telah secara nyata melakukan pembasmian terhadap keluarga Nabi Muhammad Saw ?

Permusuhan Muawiyyah bin Abu Sofyan terhadap Bani Hasyim terus menurun kepada generasi sesudahnya seperti Yazid bin Muawiyah, Marwan, Abdul Malik dan Walid, barulah pada pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz keadaan berubah.

Sekalipun Umar bin Abdul Aziz berasal dari klan Bani Umayyah sebagaimana juga pendahulunya, namun beliau bukan orang yang zalim, seluruh penghinaan terhadap keluarga Nabi dilarangnya, sebaliknya beliau membersihkan nama dan sangat menghormati para ahli Bait.

Sebagai tambahan catatan, dendam lama antara Bani Umayyah terhadap Bani Hasyim pernah secara nyata dilakukan pada jaman Nabi Muhammad Saw masih hidup, yaitu manakala Hindun istri Abu Sofyan (orang tua dari Muawiyah) melakukan permusuhan terhadap Rasul dan bahkan ia juga yang membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib secara licik dalam peperangan Uhud lalu tanpa prikemanusiaan mencincang tubuh paman Nabi itu lalu mengunyah hatinya dimedan perang.

Namun pembalasan apa yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad Saw ketika berhasil menguasai seluruh kota Mekkah pada hari Fath Mekkah ?

Seluruh kejahatan Abu Sofyan dan Hindun justru dimaafkan begitu saja oleh Nabi dan rumah Abu Sofyan dinyatakan sebagai tempat yang aman bagi semua orang sebagaimana juga Masjidil Haram dinyatakan bersih dan terjamin keselamatan orang-orang yang berada disana.

Sungguh bertolak belakang sekali perlakuan generasi Bani Hasyim dibanding perlakukan Bani Umayyah terhadap sisa-sisa Bani Hasyim dari keturunan Nabi.

Jika keagungan tujuan, kesempitan sarana dan hasil yang menakjubkan, adalah tiga kriteria kejeniusan manusia, siapa yang berani membandingkan manusia yang memiliki kebesaran didalam sejarah modern dengan Muhammad ?

Orang-orang paling terkenal menciptakan tentara, hukum dan kekaisaran semata.

Mereka mendirikan apa saja, tidak lebih dari kekuatan material yang acapkali hancur didepan mata mereka sendiri.

Nabi Muhammad Saw, Rasul Allah yang agung, penutup semua Nabi, tidak hanya menggerakkan bala tentara, rakyat dan dinasti, mengubah perundang-undangan, kekaisaran. Tetapi juga menggerakkan jutaan orang bahkan lebih dari itu, dia memindahkan altar-altar, agama-agama, ide-ide, keyakinan-keyakinan dan jiwa-jiwa.

Berdasarkan sebuah kitab, yang setiap ayatnya menjadi hukum, dia menciptakan kebangsaan beragama yang membaurkan bangsa-bangsa dari setiap jenis bahasa dan setiap ras.

Dalam diri Muhammad, dunia telah menyaksikan fenomena yang paling jarang diatas bumi ini, seorang yang miskin, berjuang tanpa fasilitas, tidak goyah oleh kerasnya ulah para pendosa.

Dia bukan seorang yang jahat, dia keturunan baik-baik, keluarganya merupakan keluarga yang terhormat dalam pandangan penduduk Mekkah kala itu. Namun dia meninggalkan semua kehormatan tersebut dan lebih memilih untuk berjuang, mengalami sakit dan derita, panasnya matahari dan dinginnya malam hari ditengah gurun pasir hanya untuk menghambakan dirinya demi Tuhannya. Dia lebih baik dari apa yang semestinya terjadi pada seseorang seperti dia.

Mari kita semua berpikir objektif dan mengedepankan kejujuran ... sekali lagi, jika dengan mencintai keluarga Nabi maka seseorang disebut sebagai Syiah, maka saya adalah Syi'ah ... tetapi apakah Syi'ah dalam arti aliran keagamaan ? - Tidak - Islam yang saya yakini bukan Islam yang disekat oleh aliran dan madzhab.

ANDAI AKU JADI PRESIDEN

ANDAI AKU JADI PRESIDEN, AKAN AKU TABURKAN BUNGA KASIH SAYANG
KRITIKAN RAKYAT KU TERIMA DENGAN LAPANG DADA
SENYUM MANIS AKAN KU TEBARKAN PADA SEMUA RAKYAT
MARAH DAN DENGKI AKAN KU BUANG JAUH

ANDAI AKU PRESIDEN AKAN KUBUKA LEBAR PENTU PENJARA
KUBIARKAN KOSONG TANPA PENGHUNI
PARA NARAPIDANA MELANGKAH PULANG KE RUMAH SENDIRI
MENYANYI DAN MENARI SESUKA HATI
MELEPAS KEGALAUAN MENEGUAK AIR SURGAWI
MEMBUANG DAHAGA YANG MENYIKSA

ANDAI MEREKA KEMBALI MENGUMBAR DUSTA
TIADA KATA TIADA SAPA KUBAWAKAN BUNGA KAMBOJA
MENEMANI LANGKAHNYA MENUJU NERAKA

ANDAI KU JADI PRESIDEN, RAKYAT AKAN KU RELAKAN
MENAPAKI MASA DEPANNYA PENUH KECERIAAAN

ASEP SURYAMAN ALFARISI
SIAP MAJU JADI CAPRES 2014-2019